Oleh : Soeherman , SH.MM *)
Ketika saya di ingatkan melalui whatsapp oleh senior saya Pak Nengah Suanda yang sehari-hari dikantor akrab disapa dengan inisial NS, yang menanyakan janji saya untuk membuat artikel ringan tentang hukum untuk majalah PPBRI tanpa pikir panjang saya jawab “siap Pak , malam siap “ karena memang sekitar sebulan yang lalu saya pernah mengatakan keinginan saya mengisi kolom/ rubrik hukum dan kalau memungkinkan melayani tanya jawab dari pembaca masalah yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari.
Pak NS pun setuju dengan usulan saya itu , mungkin beliau melihat latar belakang saya yang selama kurang lebih empat tahun terakhir ini bertugas sebagai Hakim Adhoc Tipikor , pendidikan formal saya dibidang hukum dan sebelum menjadi hakim saya pernah bekerja di BRI selama 35 tahun 6 bulan.
Selesai sholat isya ”saya buka-buka catatan kecil tentang kejadian terkini dan saya mendapatkan judul yang menarik yakni sebuah pertanyaan “ Bolehkan Melakukan Mediasi setelah ada Putusan Inkracht ? , bersumber dari hukum online.com dalam portal klinik hukum yang diasuh oleh sejawat saya Togar S.M. Sijabat, S.H., M.H Advokat Peradi . Pertanyaan selengkapnya adalah seperti ini : Apakah masih dimungkinkan melakukan mediasi setelah ada putusan pengadilan tingkat akhir di Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara perdata ?.
Pertanyaan itu simitris dengan kejadian yang kita lihat yakni ada upaya pihak penggugat yang ingin melakukan mediasi / negosiasi dengan pihak yang pernah digugat sementara pokok perkara gugatannya sudah diputus ditikat kasasi dan inkracht, ada pendapat yang mengatakan bisa ada juga yang mengatakan tidak bisa tetapi tidak didasari alas hukum .
Intisari Jawaban :
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Kemudian apakah perkara yang sudah memiliki putusan yang berkekuatan hukum tetap ( inkracht van gewijsde ) masih dapat dimediasi ?
Karena sesungguhnya mediasi itu muncul lebih awal dibandingkan dengan putusan inkracht , maka urutan penjelasan menurut terminology hukum acara perdata saya tempatkan mediasi kemudian selanjutnya putusan inkracht . untuk dicatat bahwa ini hanya urutan penjelasan dan bukan proses persidangan / pemeriksaan perkara di pengadilan .
Arti Mediasi :
Menurut terminology hukum acara perdata , mediasi adalah proses penyelesaian awal yang wajib diikuti oelh para pihak ( penggugat dan tergugat ) atas perkara yang telah didaftarkan ke pengadilan. Sebelum hakim memeriksa perkara yang diajukan, majelis hakim mewajibkan para pihak yang berperkara untuk menempuh upaya mediasi terlebih dahulu. Intinya mediasi adalah proses penyelesaian awal dari suatu perkara perdata yang telah didaftarkan ke pengadilan.
Ketentuan mediasi diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ( Perma 1/2016) . Menurut Pasal 1 angka 1 Perma 1/2016 , mediasi adalahcara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundiangan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian (1).
Kewajiban untuk melakukan mediasi sangat tegas diperintahkan oleh peraturan ini . Setiap hakim, mediator, para pihak dan/atau kuasa hukum wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi (2) . Lebih lanjut Pasal 17 ayat (1) Perma 1/2016 menegaskan bahwa pada hari sidang yang telah ditentukan dan dihadiri para pihak , hakim pemeriksa perkara mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi.
Arti Inkracht :
Inkracht berasal dari bahasa belanda terbawa sampai sekarang karena adanya azas concordantie , yang bunyi selengkapnya adalah inkracht van gewijsde . Kracht artinya berkekuatan , sedangkan gewijsde artinya kekuatan tetap.
Dikatakan berkekuatan hukum tetap jika atas suatu putusan hakim tidak ada lagi upaya hukum. Menurut Abdulkadir Muhammad dalam bukunya Hukum Acara Perdata Indonesia ( hal. 175) putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah :
Putusan yang menurut ketentuan undang-undang tidak ada kesempata lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa untuk melawan putusan tersebut , sedangkan putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap adalah putusan yang menurut ketentuan undang-undang masih terbuka kesempatan untuk menggunakan upaya hukum untuk melawan putusan tersebut missal verzet, banding dan kasasi.
Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap bisa terjadi dalam hal :
- Putusan Pengadilan Tingkat pertama , tetapi tidak ada banding.
- Putusan Pengadilan Tinggi, tetapi tidak ada kasasi.
- Putusan kasasi.
Catatan : Perkara PHI masuk dalam Perdata Khusus , tidak ada lembaga peradilan tingkat banding , sehingga pihak yang tidak menerima putusan pengadilan tingkat pertama maka upaya hukumnya adalah langsung kasasi ke Mahkamah Agung.
Intinya putusan ionkracht adalah proses penyelesaian akhir dari suatu perkara perdata yang telah diputus oleh pengadilan.
Putusan perkara perdata yang telah berkekutan hukum tetap ( inkracht van gewijsde ) akan dilaksanakan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang disebut dengan eksekusi.
Alam perkara perdata biasa ( bukan PHI ) jika pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan pengadilan secara sukarela , pihak pengadilan melaksanakan eksekusi dengan upaya paksa, Misalnay membongkar bangunan menggunakan alat-alat berat dengan dukungan apparat keamanan , termasuk apabila ada pihak-pihak yang mencoba untuk menghalangi pelaksanaan eksekusi tersebut.
Sebagai salah satu penghargaan terhadap negara hukum, maka kita wajib menghormati putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Yang sering terjadi dalam praktik adalah, sebelum melaksanakan eksekusi , ketua pengadilan memanggil dan memberikan peringatan ( aanmaning ) kepada pihak yang kalah agar melaksanakan putusan pengadilan dengan sukarela. Pada tahapan aanmaning itu, pihak yang kalah biasanya mau melaksanakan putusan pengadilan secara sukarela , untuk menghindari rasa malu. Namun biasanya pihak tersebut memohon agar diberikan toleransi/ kelonggaran waktu. Inilah yang sering dimaknai sebagai mediasi oleh pihak yang kalah tadi, Padahal itu hanyalah toleransi untuk melaksanakan putusan pengadilan secara sukarela.
Kesimpulan :
Mengikuti penjelasan diatas kita menjadi faham tentang mediasi dan istilah inkracht van gewijsde dalam terminology hukum acara perdata Indonesia , dan dengan demikian kita bisa mendapat jawaban bahwa mediasi tidak dimungkinkan lagi atas putusan pengadilan yang telah inkracht , karena mediasi seharusnya telah dilakukan pada tahap awal peradilan suatu perkara perdata. Putusan inkracht van gewijsde terjadi karena hakim telah memeriksa dan mengadili perkara yang gagal didamaikan dalam tahap mediasi.
Semoga tulisan ini bermanfaat sebagai pencerahan kita semua terutama yang masih memerlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang makna suku kata inkracht van gewijsde dan mediasi dalam ranah Hukum Perdata Khusus Sub Hukum Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) .
Dasar Hukum :
Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2016, tentang Prosedure Mediasi di Pengadilan.
Referensi :
- Togar S.M.Sijabat,S.H.,M.H. , klinik hukum online 30 Agustus 2019
- Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia . Bandung , Citra Aditya Bakti 2000.
- Drs. M. Marwan, SH & Jimmy P, SH , Kamus Hukum, Cetakan 1 2009 , Reality Publisher, Surabaya -2009
(1) Pasal 1 angka 2 Perma 1/2016
(2) Pasal 2 ayat (1) Perma 1/2016
*) Penulis :
Ketua Bidang Organisasi & Keanggotaan PP- PPBRI
Mantan Pekerja BRI , Mantan Hakim Adhoc Tipikor
Advokat Anggota PERADI , NIA : 20.00753